Wednesday 10 August 2011

Sepeda Tanpa "Masa Depan"

Harian Kompas, Senin 1 Agustus
2011 menurunkan headline yang cukup menyengat dengan tajuk “Kota Tanpa “Masa
Depan””. Sebuah sajian tulisan yang cukup menyentil di awal bulan puasa ini.
Isinya mulai dari
segala macam data-data statistik dan berikut tata kelola wilayah yang acak
adut. Coba lihat di gambar peta Jakarta yang sudah dikelilingi oleh sekitar
25 cluster
“kota” baru di timur, barat, selatan dan sekitarnya. Problem lain yang cukup
pelik adalah tidak jelasnya kerangka pengembangan sistem transportasi
publik.
Lengkap sudah potret muram Jakarta yang semakin hari tambah semrawut.


Membaca berita tajuk utama
tersebut, saya terusik untuk melihatnya dari sudut pandang lain. Dari sisi
transportasi tentunya, yaitu kampanye
bersepeda ke tempat kerja, khususnya bagi mereka yang bekerja di kota
Jakarta.
Di tengah kesemrawutan transportasi publik dan kemacetan “pamer paha” (padat
merayap tanpa harapan) setiap hari, opsi bersepeda ke kantor atau aktivitas
lain masih dipandang sebelah mata oleh sebagian orang dan bukan sebagai
solusi
praktis yang punya multi manfaat.


Saya tidak mau berargumen panjang
lebar untuk meyakinkan mereka mulai bersepeda, toh kenyataannya semakin
banyak
warga Jakarta sudah jenuh dengan kemacetan menggila yang membuat kota ini
memang sudah jadi kota tanpa “masa depan”. Lantas, kalau sudah begitu apakah
ada solusi jitu dalam menyikapi soal kemacetan tadi ? Tentu ada. Dan jawaban
out-of-the-box-nya adalah niat dan kemauan untuk olah dengkul sekaligus
olahraga menggenjot sepeda ke tempat kerja.


Peta Jakarta sendiri terlihat
dikerubuti oleh lingkaran-lingkaran cluster kecil dan besar berupa
lingkungan
perumahan mulai dari yang skala bawah, menengah sampai atas. Coba bayangkan
kalau di hari kerja jalan-jalan protokol ibukota bisa diramaikan oleh
pesepeda
yang datang dari lingkaran-lingkaran kecil dan besar tersebut menuju tempat
kerjanya masing-masing di
berbagai wilayah di Jakarta. Ada banyak unsur positif yang bisa diambil dari
fenomena tersebut. Penghematan sudah jelas, kesehatan lebih baik, senang ya
pasti
karena banyak teman. Kalau sudah begitu, halangan untuk bersepeda ke tempat
kerja rasanya bukan hal yang mustahil untuk diatasi, walaupun membutuhkan
waktu
dan kiat tertentu.


Tetangga sekomplek saya pernah
berujar,”Lalu lintas di Jakarta memang benar-benar edan, untuk jarak pendek
di
bawah 10km saja butuh waktu tempuh lebih dari 1 jam, apalagi kalau turun
hujan.” Itu
ungkapan yang ia ucapkan sekitar 2 tahun yang lalu dan selama 2 tahun itu
pula
saya dengan sabar memprovokasinya untuk mencoba mengambil alternatif
bersepeda
ke tempat kerja. Kadang-kadang saya hanya secara pasif pamer bersepeda saja
di
depan rumahnya sekedar mengingatkan, ini lho naik sepeda itu enak.


Kejutannya adalah awal bulan Juli
lalu, ia berhasil membeli sebuah sepeda lipat yang mumpuni, atas hasil tanya
sini tanya sana ke beberapa rekan. “Disambi dengan commuter line dululah,”
katanya sambil
cengengesan. Ternyata tidak percuma hasil provokasi saya selama 2 tahun
belakangan ini. Dia juga berhasil mengatasi halangan yang selama ini selalu
dijadikan alasan dan memberatkannya untuk bersepeda ke tempat kerja. Tempat
mandi di kantor sudah tidak jadi masalah. Mobilisasinya juga lancar karena
ia
menitipkan mobilnya di kantor yang hanya dipergunakan kalau ada janji dengan
client di luar kantor atau kegiatan sales. Pada akhir minggu, mobil ia bawa
pulang dan sepeda lipat dimasukkan ke dalam bagasi. Praktis sudah
terpecahkan
keluhannya tentang kemacetan di kota yang katanya tanpa “masa depan”.


Nah, terbayang kan kalau ada
seribu saja orang seperti tetangga saya yang berbuat hal yang serupa. Angka
tersebut
idealnya harus terus bermultiplikasi sesuai dengan berjalannya waktu.
Sebagian
orang masih saja menggerutu kesal tak berdaya menghadapi kemacetan parah
sehari-hari. Namun di sisi lain, ada sebagian orang yang melihat celah
dengan
bertindak keluar dari comfort zone
dan mengayuh sepedanya ke tempat kerja ke kota yang katanya tanpa “masa
depan”.
Sebuah tindakan positif penuh masa depan yang cerah dan patut diacungi
jempol.


Bagaimana menurut
anda ?
Ivan






No comments:

Post a Comment