Friday 19 August 2011

Cadence alias putaran kayuh sepeda

Fakta Ilmiah tentang Cadence
Iwan Setyo Wibowo • 2 hari yang lalu • 13 komentar di Kategori: Umum

Beberapa rekan kerja saya keheranan melihat saya nekat tetep nyepedah ke kantor tiap hari meski sedang puasa. Berikut ini percakapan saya dengan salah seorang dari mereka.

Teman: Puasa tetap nyepeda gak lemes pak?

Saya: InsyaAllah gak tuh, biasa aja.

Teman: Gak kehausan juga pak ?

Saya: Alhamdulillah selama ini gak ngrasa haus juga.

Teman tersebut (yang setengah gak percaya dengan jawaban saya) kembali bertanya: Kok bisa?

Saya: Kalau kita komit dalam melakukan sesuatu dan mau belajar tentang ilmunya, insyaAllah bisa. Banyak kok tips bersepeda saat berpuasa dari teman-teman bike to work. Bersepeda itu ternyata ada ilmunya bahkan ada fakta ilmiahnya juga lho.



Dari hasil googling di internet akhirnya saya nemu artikel ilmiah tentang cadence yang dalam dunia persepedaan sudah menjadi mitos sebagai cara bersepeda paling efisien, hemat energi dan gak bikin capek. Nah kalo ini bisa diamalkan selama berpuasa tentunya bikin acara sepedaan saat puasa tidak bikin lemes dan haus.

(Cadence adalah kecepatan kita memutar crank (pedal) dalam satu menit biasanya satuannya rpm (rotation per minute). Kalo ada yang bilang cadence 50 artinya dalam 1 menit kita memutar crank sebanyak 50 putaran penuh).



Inilah fakta-fakta ilmiah tentang cadence menurut salah satu artikel pada cycling science

1. Dengan menggunakan subyek penelitian inexperience dan recreational cyclists diperoleh kesimpulan cadence dengan efisiensi tertinggi adalah sekitar 50 – 60 rpm, demikian hasil penelitian Benedict & Cathcart (1913), Dickinson (1929), Garry & Wishart (1931), Gaesser & Brooks (1975), Seabury et al (1977) dan Suzuki (1979). Efisiensi disini diartikan sebagai perbandingan antara tenaga yang dihasilkan (pedaling power) dengan energi (hasil metabolisme) yang dikeluarkan oleh cyclist.

2. Dengan menggunakan subyek penelitian experience cyclist maupun experience noncyclist menunjukan cadence paling ekonomis ternyata juga masih berkisar pada 50 – 65 rpm. Demikian hasil penelitian Marsh & Martin (1993) maupun Hagberg et al (1981). Paling ekonomis diartikan sebagai paling sedikit mengkonsumsi oksigen.

3. Penelitian yang dilakukan dari perspektif biomekanikal menyimpulkan, jika kita pedaling pada prefered cadence maka otot kita tidak cepat lelah. Berdasarkan penelitian Crowninshield & Brand (1981), pada saat kita pedaling pada prefered cadence maka kontraksi grup otot agonist (quadriceps) dan antagonis (hamstring) paling minimal akibatnya kedua otot ini tidak akan cepat lelah (stress). Dengan menggunakan data percobaan dan model komputer Redfield & Hull (1986) juga menemukan bahwa pada prefered cadence maka rata-rata moment pada pinggul dan lutut paling minimal. Penelitian lanjutan oleh Hull et all (1988) juga menemukan bahwa pada prefered cadence, ketegangan 12 otot kaki paling minimal.

4. Masih dari perspektif biomekanikal. Otot kaki terdiri dari ribuan serat otot (muscle fibre) dimana beberapa adalah slow-twitch fiber, beberapa yang lain fast-twitch fiber dan yang lainnya adalah intermediate fiber. Slow-twitch fiber mempunyai kualitas aerobic endurance (kurang powerful tapi tidak cepat lelah), sementara fast-twitch fiber lebih powerful tetapi lebih cepat lelah. Adapun intermediate fiber memiliki sifat diantara dua fiber tersebut yaitu power lebih besar dari slow-twitch fiber tetapi lelahnya tidak secepat fast-twitch fiber. Tubuh kita secara otomatis akan memilih fiber mana yang harus bekerja sesuai dengan beban. Misalnya Saat berjalan kaki maka secara otomatis slow-twitch fiber-lah yang paling banyak bekerja, sebaliknya saat berlari maka fast-twitch fiber-lah yang paling banyak digunakan. Nah pada prefered cadence diperkirakan fast-twitch fiber lebih sedikit digunakan sehingga otot tidak cepat lelah ( Gaesser & Brooks, 1975)

5. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ahlquist et al (1992) dengan mengukur penipisan glikogen untuk mengetahui pola rekruitmen slow dan fast-twich fiber oleh tubuh. Slow-switch fiber menghasilkan sebagian besar energinya dari metabolisme oksidatif dimana glukosa dan lemak dipecah dan dengan adanya oksigen maka terbentuk ATP dalam jumlah besar. ATP atau adenosine triposphate adalah sumber energi tercepat (instant) untuk aksi otot. Sebaliknya fast-twitch fiber memecah lebih banyak glukosa daripada yang bisa dioksidasi dimana hasilnya adalah asam laktat. Asam laktat sebenarnya dapat digunakan kembali sebagai sumber energi, tetapi jika dalam jumlah besar menjadi saling terhubung sehingga justru menurunkan kemampuan otot menghasilkan energi dan menyebabkan otot menjadi lelah. Hasil penelitian Ahlquist et al menunjukkan bahwa pada cadence tinggi (untuk kasus experience cyclist) slow-switch fiber yang digunakan mempunyai jumlah yang sama dengan cadence rendah tetapi fast-twitch fiber yang digunakan lebih sedikit. Sehingga asam laktat yang terbentuk lebih sedikit, akibatnya otot tidak cepat lelah. Tetapi harus diingat bahwa masing-masing orang ternyata berbeda dalam hal prosentase penggunaan slow dan fast-twitch fiber, itulah mengapa masing-masing orang juga memiliki prefered cadence yang berbeda-beda.

6. Dari semua hasil penelitian diatas, menurut cycling science, pemilihan cadence sekitar 100 rpm oleh atlit-atlit sepeda elite ternyata BUKAN karena cadence 100 rpm tersebut paling efisien (penggunaan energinya) dan paling ekonomis (konsumsi oksigen) tetapi lebih karena pada cadence tersebut si atlit merasakan pedaling paling nyaman dan bikin tidak cepat lelah otot-otot kakinya.Adapun untuk recreational cyclist yang tidak memburu waktu dan ingin menghemat tenaga, disarankan pedaling pada kecepatan 50 – 60 rpm karena terbukti dari banyak hasil penelitian ilmiah, cadence inilah yang paling efisien, paling ekonomis dan tetep tidak bikin otot cepat capek.



Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana korelasi logis cadence dengan lemas dan haus?

Interpretasi saya kira-kira begini,

1. Penelitian tadi menunjukkan bahwa cadence 50-60 rpm adalah yang paling efisien. Nah kalo saya pedaling pada kecepatan ini bukankah berarti saya paling sedikit mengeluarkan tenaga. Kalau saya sedikit mengeluarkan tenaga artinya tubuh saya tidak akan kekurangan energi sehingga saya tidak akan lemas dan lesu. Bukankan lemas bin lesu itu adalah alarm alamiah dari tubuh kita yang menunjukkan bahwa energi tubuh kita mulai habis jadi harus segera di-recharge dengan makanan.

2. Adapun hubungannya dengan haus kira-kira begini. Untuk menghasilkan energi maka tubuh akan membakar lemak dan glukosa dimana efeksampingnya adalah suhu tubuh akan menjadi naik. Secara otomatis tubuh akan menghasilkan keringat untuk menurunkan suhunya. Semakin banyak energi yang dibutuhkan otomatis semakin banyak lemak dan glukosa yang dibakar, alhasil semakin tinggi suhu tubuh, semakin banyak pula keringat yang keluar dan ujung-ujungnya tubuh menjadi dehidrasi. Rasa haus adalah alarm alamiah dari tubuh yang menunjukkan kalau tubuh mulai dehidrasi. Nah dengan pedaling secara efisien (50 – 60 rpm) artinya energi yang dibutuhkan sedikit sehingga glukosa dan lemak yang dibakar sedikit, suhu tubuh naik tapi tidak terlalu banyak, keringat untuk mendinginkan tubuh juga cukup sedikit saja, akhirnya tubuh tidak mudah dehidrasi dan tidak mengeluarkan “alarm” berupa rasa haus. Cadence 50 – 60 rpm juga dikatakan sebagai paling ekonomis (paling sedikit konsumsi oksogennya) artinya kita tidak ngos-ngosan. Saat kita ngos-ngosan biasanya kita akan berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin melalui mulut, nah ini salah satu yang bikin mulut dan tenggorokan kita cepat berasa kering hingga mengundang rasa haus. Oh ya, suhu tubuh juga akan naik ketika kita beraktifitas dibawah terik matahari nan panas yang tentunya juga keringat kita akan banyak mengucur untuk mendinginkannya. Jadi jangan sepedahan dibawah terik matahari kalau gak mau kehausan.



Semoga bermanfaat .....



Referensi

What determines the optimal cadence? from: Cycling Science – Summer 1996


Tag: Umum , sepeda , cadence , lemas , haus

No comments:

Post a Comment